Rabu, 26 Oktober 2011


Tanggul Lapindo Jebol, Warga Tuntut Ganti Rugi Rp 3,5 Miliar  

Seorang pengendara motor melintas dititik rawan longsor tanggul Lapindo didesa Siring, Sidoarjo, Kamis (22/9). Meski tanggul menjadi kawasan tertutup bagi pengunjung paska longsornya gunung lumpur warga masih berdatangan untuk melihat semburan lumpur Lapindo. TEMPO/Fully Syafi

Berita terkait


<a href='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/ck.php?n=a6f00733&cb=' target='_blank'><img src='http://openx2.tempointeraktif.com/www/delivery/avw.php?zoneid=400&cb=&n=a6f00733' border='0' alt='' /></a>
TEMPO Interaktif, Sidoarjo - Puluhan warga yang bermukim di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo menuntut ganti rugi kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Selasa, 11 Oktober 2011.  Lahan sawah dan kolam ikan tercemar lumpur akibat tanggul penampungan yang jebol Desember lalu. "Sawah warga tak bisa ditanami," kata warga Kalidawir, Basori Alwi.
    
Luas sawah yang tercemar lumpur itu mencapai 30 hektare tersebar di Desa Permisan, Penatarsewu, Gempolsari, Sentul dan Glagaharum. Para petani pernah mencoba menanami lahan sawahnya, namun bibit padi layu dan mati mengering. Akibatnya, para petani dirugikan karena mereka hanya mengandalkan bertanam padi.

Selain itu, sumur warga juga diduga tercemar. Air sumur berwarna kuning kecokelatan dan berbau menyengat. Air tak layak konsumsi, bahkan warga terjangkit penyakit kulit dan gatal-gatal karena mandi menggunakan air sumur tersebut. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 3,5 miliar.

Rinciannya, dana tersebut dibagikan untuk sekitar 6 ribu jiwa yang terdampak tanggul jebol. Antara lain, untuk biaya evakuasi korban kebanjiran, ganti rugi sawah dan kolam yang tercemar lumpur Lapindo.

Mereka mendatangi kantor BPLS di Ketapang, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka ditemui Kepala Kelompok Kerja Sosial BPLS Priyambodo, Kepala Kelompok Kerja Infrastruktur Bambang Ratmoko dan Kepala Kelompok Kerja Operasional Bambang Hardiatno.

Priyambodo menyatakan, BPLS tak memiliki kewenangan memberikan ganti rugi bagi warga yang terdampak tanggul jebol tersebut. "Kejadian itu dilaporkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sebagai bencana alam," katanya.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah mengajukan biaya ganti rugi warga ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Dana tersebut segera disalurkan setelah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. "Kami tak punya dasar menyalurkan dana ganti rugi kepada warga," katanya.

Alasannya, seluruh dana BPLS dipertanggungjawabkan secara terbuka. Setiap tahun, katanya, Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit seluruh penggunaan anggaran. Sehingga, seluruh dana hanya untuk program yang memiliki dasar hukum sesuai perintah badan pengarah BPLS.

Perundingan tersebut berlangsung panas. Warga menilai BPLS tak memiliki itikad baik bertanggung jawab atas tanggul jebol tersebut. Apalagi, setelah ketiga pejabat BPLS tak bersedia menandatangani surat pernyataan menjamin ganti rugi untuk warga. Mereka mengancam akan melakukan aksi besar sepekan mendatang.

EKO WIDIANTO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar